... Laumarang Memikat Hatiku - ZeroOne

Laumarang Memikat Hatiku

Saya akan berbagi sedikit pengalaman perjalanan beberapa minggu lalu ke objek wisata air terjun yang memanjakan mata dan menguras banyak tenaga serta menguji andrenalin. Saya tidak akan bercerita yang enak-enaknya saja, tapi yang serem-seremnya juga dan apa adanya.

Lokasi yang saya kunjungi namanya Air terjun Laumarang. Air terjun itu sebenarnya “tak bernama”. Asal muasal dari penamaan air terjut itu, versi Wawan –ketua pecinta alam Kalpataru Luwuk– bahwa karena air terjun itu berada di areal kebun milik Laumarang, maka warga pun menamai air terjun itu dengan nama pemiliknya. Jadi Laumarang itu nama orang, si pemilik lokasi air terjun.


Untuk dapat melihat langsung pemandangan indah seperti foto di atas tidak dapat diperoleh dengan cara yang instan tetapi harus ada sedikit usaha dan pengorbanan.
Pada awalnya saya mengetahuinya dari teman sekantor, kata mereka pemandangannya sangat indah. Nah, benar saja, pemandangannya memang indah. Udaranya yang sejuk dan super cool, apalagi di malam hari.
***

Cerita perjalanan..

Perjalanan Saya dimulai dari Jl.Imam Bonjol, Kilometer 2, Luwuk , Ibu kota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Dengan mengendarai sepeda motor. Saya berboncengan dengan Chikal menggunkan motor butut RX King-nya, sementara Edin Dzeko dengan FizR limited editionya hanya sendiri. Dua kawan saya itu, memiliki kesamaan, rambutnya sama-sama sedikit keriting atau lebih kerennya Ikal (sadaap… ck..ck..ckaaa).
Jadi judulnya petualangan saya ditemani dengan pria keriting. Meski memiliki kesamaan rambut, namun nyali keduanya tak sama. Bedanya dimana? Nanti saya ceritakan dibawah.
Segala perbekalan untuk camping di air terjun yang buat saya penasaran itu dipersiapkan di pasar Simpong, pasar tradisional kota Luwuk. Hal utama yang kami beli adalah minyak tanah, buah Pisang, Kopi dan … (gak perlu disebutin khusus pria dewasa dan gak baik buat anak kecil).
Dari Markas besar kami di Kantor Redaksi Media Banggai, Kilometer 2, rute jalan yang dilalui urutannya, melewati Kantor Kodim, Polres Banggai, Pasar tua, pelabuhan rakyat, pertokoan, Mall hingga di Bundaran Adipura. Dari tugu kebanggan Kota air Luwuk itu jalannya sudah bercabang-cabang, bagi orang baru pasti bingung mau kemana lagi. Kalau udah bingung, “jurus” minta tolong wajib dipakai.

Tolong sama siapa?
Tenang aja, di dekat tugu bundaran Adipura ada sebuah pos. Tanya aja sama pak Polisi yang baik hati disitu.
Tanyanya gimana?
“Permisi pak, selamat pagi, siang, atau sore pak. Mau nanya jalan ke Hanga-hanga lewat mana?”. Kira-kira pertanyaanya kayak gitu. Kalau sudah mendapat petunjuk dari Pak Polisi, langsung aja ikutin sarannya, kalau masih ragu dan takut tersesat minta dianterin aja sama pak Polisinya, kan Polisi Luwuk orangnya baik hati dan tidak sombong. Hehehehe…
Hanga-hanga itu apa ? Hanga-hanga adalah nama sebuah kelurahan yang ada di Kabupaten Banggai. Dari bundaran Adipura, jarak sebenarnya hanya sekitar 1 kilometer lebih sedikit. Namun karena rutenya harus mentaati jalur satu arah, jadinya bisa mencapai 2 Kilometer. Kalau sudah di Hanga-hanga, cari saja markas besar “Kacang Hijau“. kalau bahasa Indonesianya Kompi TNI AD, kalau orang Luwuk bilang markasnya orang ba baju loreng-loreng. Nah, dari situ, anda langsung tancap gas menuju jalan yang menanjak ke lokasi PLTHM Hanga-hanga.
Sampai di Lokasi PLTMH, ada dua jalur. Yang satunya naik keatas dan satunya lagi menuju bawah. Ambil jalur bawah yang ada jembatannya. Sampai dijembatan itu. trekkingnya sudah mulai gak bersahabat. Jalan tanjak yang mendaki serta tak beraspal. Kalau naik motor, rem harus di cek dulu, demi keamanan anda. Jika rem-nya kurang mantap, tunda dulu perjalannanya kesana. Kemungkinan besar anda dan si motor bisa terjun bebas ke dasar jurang yang terjal. Dan kalau udah masuk jurang, pikirkan saja sendiri. Yang pasti motor anda sudah tidak bisa tertolong lagi. (kali ini saya serius, sumpah..!!)
Saking tak bersahabnya jalan yang kami lalui, si FizR dan si RX-King dibuat ngos-ngosan, cuma bisa gigi satu. Bayangin aja, si motor balap dibuat kayak gitu.
Disuguhi hijaunya pohon-pohon yang berdiri kokoh sepanjang jalan dan dari ketinggian sekitar 1000 kaki diatas permukaan laut (kira-kira saja), pemandangan kota Luwuk dengan hamparan lautannya menjadi pemandangan menakjubkan yang cukup ampuh mengobati letihnya perjalanan kami. Untungnya saya cuma dibonceng, jadi bebas menengok kemanapun mata ini ingin memandang. Kalau yang bawah motor, tanya aja Edin dan Chikal bagaimana letihnya.
Setelah menempuh 20 menit jalanan terjal nan bergelombang di atas motor, membuat perut saya sedikit mual. Serasa perjalanan darat kami berada di atas kapal laut. Kalau untuk ibu hamil, sangat tidak direkomendasikan untuk kesana.
Rasa mual itu perlahan reda ketika melihat sepotong papan kecil bertulisakan Air Terjun dengan tanda panahnya. Si FizR dan RX-King lalu diparkir rapi di sebuah kebun milik warga. Kali ini, mereka cukup sampai disitu.
Perjalanan saya dan duo Ikal hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Melalui kebun warga dan menyusuri hutan dengan berjalan kaki butuh perjuangan keras dan ektra hati-hati, sebab trekkingnya, sedikit mendaki, menurun dan terjal serta melewati bibir-bibir jurang. Perjalanan ini saya anggap sangat-sangat melelahkan dan cukup berbahaya.
Butuh 15 menit, menembus segala rintangan yang benar-benar menguras tanaga. Kelelahan itu akhirnya terbayarkan ketika air terjun nan eksotis itu sudah terlihat meski dari kejauhan. Begitu memukaunya pemadangan itu, hanya satu kata yang bisa saya gambarkan, Wow… (ekspresinya seperti di film “Aku Tak biasa” pemerannya Duta S07)
***
Perjuangan yang menguras banyak tenaga untuk menikmati keindahan air terjun Laumarang ternyata tak sampai disitu saja. Karena tenda untuk camping, Edin Dzeko lupa membawahnya, tertinggal di rumah Chikal waktu kami menjemputnya sebelum berangkat. Hum, benar-benar naas, camping tanpa tenda.
Beruntung, karena saya punya pengalaman waktu masih mengenyam bangku pendidikan Sekolah Menengah dalam urusan kayak begituan, jadi pengalaman itu sangat menolong kami, (Cieeeh, ba anggap skali nga eee..) Setelah mensurvei lokasi dan berdiskusi dengan duo keriting, kami memutuskan membuat tempat bermalam diatas batu dekat pintu masuk goa. Untuk kesana, kami harus melalui air. Nah, masalahnya kami harus membawa kayu bakar agar tetap kering menyebrangi sungai yang dalamnya cukup menenggelamkan seluruh tubuh. Disitulah, hasil diskusi kami tadi menyelesaikan masalah tersebut, berkat ide cemerlang dari si ikal Edin. (nggak perlu saya jelaskan, ceritanya panjang, biarkan itu menjadi rahasia kami bertiga dan Tuhan saja yang tahu. Heheheh..)
Selain panorama air terjunnya, keasrian hutannya juga masih tetap terjaga. Jangan heran airnya yang bening begitu dingin membuat kita tak akan bertahan lama untuk berendam… Uuuuh… cool abis…
Keindahan tentang panorama air terjun belum seberapa. Saya anggap itu hanya kulitnya saja. Seperti yang saya jelaskan diatas tadi. Bukan hanya memanjakan mata dan menguras banyak tenaga tapi memang menguji keberanian. Kalau yang penakut, cukup menikmati keindahan air terjun saja. Namun bagi yang sedikit berani, punya nyali dan berjiwa petualang Anda bisa mencoba masuk dalam goa yang terdapat disisi kanan dan kiri air terjun. Nah, Goa itulah bagi saya adalah alasan utama untuk berkunjung di tempat ini.
Untuk masuk di dalam goa tersebut senter atau alat peneranganan menjadi “menu” wajib yang harus dibawa. Kalau gak punya, mending urungkan saja niatnya untuk masuk kedalam. Alasanya sederhana, gelapnya minta ampun. Meski siang hari, tak ada cahaya yang menembusnya. Alat tajam sejenis “parang” sebaiknya dibawa juga, hukumnya gak wajib sich, cuma sunnah, buat jaga-jaga aja, kondisi goa yang lembab dan banyak “Batman” yang bergantungan di dinding-dinding goa serta bisa jadi ular jenis phiton raksasa atau yang bahasa kayak di film-film disebut “Anak Conda” sangat memungkinkan juga ada disitu. So, mau bawa bisa, gak bawa juga gak apa-apa. (he.he.he..)

Satu hal lagi, untuk bisa masuk ke dalam goa tersebut, tidak semudah yang anda bayangkan, selain kondisinya yang gelap gulita, kita harus bisa manjat dinding goa yang sempit. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, saran Saya, sebaiknya masuk beramai-ramai, idealnya lebih dari 10 orang (kategori penakut).


Dan perlu diingat, ketika anda masuk dalam goa, perhatikan setiap langkah, mulai dari bawah, atas dan dinding goa harus diperhatikan. Waspada lebih baik. Jangan sampai “Anak Conda” yang saya ceritakan tadi melahap anda..!!! Uhm.. Jadi takut..
 Serta yang terpenting, sebelum masuk, baca doa dulu sesuai keyakinan masing-masing (cukup dalam hati saja). Ingat hanya baca doa, bukan pakai jampi-jampi, jimat atau sejenisnya (kalau orang Luwuk bilang, Nepu.. hehehhe..) dan ketika berada dalam goa, jangan berisik apalagi membuat suara gaduh, hargai “penghuni” didalamnya. “Jika anda sopan mereka pun sopan” … Seram yaaa.??? Faktanya, memang begitu, ada mahluk yang “kasat mata” didalamnya. So, jangan heran jika bulu kudu anda pasti merinding.
Aura mistisnya makin terasa, ketika kami mencoba masuk di sebuah ruang yang memiliki jalan bercabang dua seperti anak tangga yang mengarah pada ruang-ruang kamar khusus. Ceritanya mistinya nanti dulu, saya gambarkan kondisi goanya terlebih dahulu biar tidak penasaran dan agar ceritanya nyambung (sadaaaaaap)
Okelah, cukup bercandanya, sekarang saya akan mencoba menceritakan secara detail “Lajangon” kami dalam menyusuri Goa tersebut.
Seperti yang saya sebutkan diatas, terdapat dua buah goa di sisi kiri dan kanan air terjun. Goa yang berada disini kirinya kami tidak menyesurinya. Why? (sebentar saya bikin kopi dulu, biar fresh otaknya).
Oke lanjut. Alasannya, pintu masuk goa berada diketinggian sekitar 10 meter (gak bawa meteran jadi kalau salah harap maklum) , jadi, intinya diperlukan sebuah tali untuk bisa memanjat. Sementara kami tidak membawa peralatan manjat-memanjat dan kami juga bukan dari alumni comunitas climbing yang jago manjat tebing.. (becanda mulu,he..he..he..he..). Kesimpulannya goa yang kami pilih untuk ditelusuri adalah yang berada disisi kanan air terjun.
Goa yang berada disisi kanan tersebut, pintu masuknya cukup luas, lantainya pun dialiri air dengan ketinggian betis orang dewasa. Baru lima meter dari pintu masuk, kondisi goa sudah menyeramkan. Gelap mulai menghatui, lampu senter pun dinyalakan. Pertanda petualangan kami sekitar pukul 15.00 sore hari dimulai. Saking seramnya, waktu itu kami bertiga, salah satu kawan saya (Chikal) meminta untuk membatalkan menyusuri goa tersebut. (sepertinya dia mulai kelaparan,ups… ketakutan maksudnya, he.he.he). Itulah maksud saya, meski kawan saya itu sama-sama berambut ical, namun keduanya memiliki nyali berbeda. Satu penakut, yang satunya lagi cukup pemberani.
Jalan di depan kami tak begitu jauh, namun sudah menemui kendala, tak ada jalan lagi untuk dilalui kedepan, kiri , kanan atau pun serong kiri dan kanan, pokoknya terhalang dinding-dinding goa. Berarti, goa itu sempit dong? Jangan ambil kesimpulan secepat itu, coba perhatikan, cernah dan telaah (dikutif dari pak hakim) kata-kata saya tadi barusan dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya (minjam kata-kata Bung Karno, hehehe), .
Jalan kedepan, kiri, kanan dan serong kiri kanan memang sudah tak ada, tapi jalannya ada diatas tingginya sekitar 3-4 meter. Untuk melalui jalan tersebut sebut saja sebagai pintu masuk kedua goa disitu ada beberapa potongan batang kayu yang bisa dijadikan tangga naik. Dengan diameter pintu masuk kedua yang sempit, ditambah batangan kayu yang menjulang ketas tersebut basah dan licin, sehingga perlu perjuangan yang tak mudah tuk bisa sampai keatas. Selain itu memang dibutuhkan kerja sama tim.
Usai melalui pintu masuk kedua, mata saya terkagum-kagum. Lantainya yang datar sedikit lembab, dengan luas ruangan kira-kira bisa dipakai untuk main futsal, ternyata goa ini luas juga. hummmm… coba saja dari awal tahu kondisinya begini, pasti sudah bawa bola (gumam saya dalam hati). Sedangkan dinding atas yang saya sebut sebagai atapnya berbentuk seperti kubah masjid dengan ornamen si “Batman” kecil yang bergantungan.
Petulangan menyusuri Goa dihari pertama hanya sebatas berdiri ditengah-tengah halaman goa itu, kami tak menyusuri ruang-ruang lainnya, karena niat kami memang begitu awalnya, hanya sebatas meninjau. So, petualangan sore yang mulai malam nan mencekam itu kami akhiri.

****

Aktifitas Malam

Nyala Api Unggun memulai aktitas malam kami. Bekal yang kami beli dari pasar Simpong siang tadi, akhirnya bisa dinikmati pada malam hari. Pisang bakar ditambah dengan kopi panas serta suara riuh air terjun memang ajibbbb…. Pokoknya, kenikmatannya sulit dilukiskan bahkan tak ada kata yang dapat menggambarkannya. Ajibnya gaspooool…
Namun, sayang momen kenikmatan itu gak bisa diabadikan dengan jepretan si poket Nikon. Alasannya juga sederhana; demi menghargai “penghuni” didalamnya. (alasan yang tidak masuk akal, padahal takut juga, hehehe)
——————————————————————————–>

Suasana Pagi hingga Kamar VIP Goa (dalam Jepretan Kamera Nikon Coolpix L22) No Editing
Cerita Dalam Goa (part II)
Sorotan cahaya senter memaksa sebagian batman-batman kecil melakukan ritual penyambutan dengan “menari-nari” dan “bernyanyi” disekeliling goa membuat suasana goa yang tadinya sunyi sencekam menjadi ramai mengawali petualangan Saya dan Edin Dzeko part II dimulai.
Seperti janji saya tadi diatas, soal cerita mistisnya dalam goa tersebut akan saya tepati. Begini kisahnya :
Edin yang berada dalam garda terdepan bertugas memeriksa sekeliling, memeriksa tanda-tanda keberadaan si “phiton raksasa”. Kalau sudah dianggap aman baru lah dia memberikan isyarat ke saya untuk segera ke tempat itu. Nah, karena senter satu-satunya ada sama Edin, jelas posisi saya selalu berada dibelakang, ditambah lagi, “parang” juga di pegang si rambut Ikal itu. Sementara saya, hanya memegang kamera dan korek api. Jadi, kalau Edin sedang memeriksa sekeliling, saya hanya diam ditempat, menengok kebelakang saja jangan bermimpi bisa melihat secuil cahaya, sumpah..!!!! benar-benar gelap.
Ketika kami mencoba masuk di sebuah ruang yang memiliki jalan bercabang dua seperti anak tangga yang mengarah pada ruang-ruang kamar khusus. Edin yang naik kearah kiri tangga untuk memeriksa, sementara saya berada dibawah tangga tepat dimana jalur bercabang itu berada tiba-tiba celana saya ditarik-tarik berulang kali.
Seperti yang saya bilang tadi, meski saya menengok kebelakang pun tak ada gunanya. Untuk melihat warna baju putih yang saya kenakan, semuanya terlihat sama dengan kondisi sekitar. Sama-sama hitam. Gelapnya minta ampun.
Meski begitu, saya mencoba tenang, gak ada perasaan takut apalagi panik. Namun karena “penghuni” nya lagi jail atau mungkin mereka melarang kami masuk kesitu. Bulu kudu saya merindingnya makin terasa, maka saya memanggil Edin untuk segera turun dan berhenti memeriksa kamar khusus itu. Kami pun sepakat untuk meninggalkan kamar itu.
Usai keluar dari situ, benar saja, merinding pun saya hilang bahkan tak ada gangguan lagi selama menyusuri ruang-ruang lainnya. Karena kami menghargai mereka, kami pun dipersilahkan bebas mengambil gambar dari sudut manapun. (kecuali ruang privasi itu).
Ternyata “Jin Pun butuh ruang Privasi”. So, jangan melanggar area privasi mereka, jika kita tak ingin diusir paksa. Itu peraturan tambahan ketika bertamu ke rumah mereka. –-“Ba canggih-canggih kaka naa”-– istilah ini saya dengar dari radionya orang Luwuk, kalau gak salah namanya Blasmaone FM, cari sandiri jo di FB tulis pake HURUF BASAR saja samua, kalau ngana suka kase nga pe jempol, depe panyiar lucu-lucu skali, apalagi kalau di acara “Lalampa” bikin sakit purut katawa. Turus, ada depe penyiar yang cewe, baru ba dengar dia katawa saja so lucu, apalagi kalau dia ba carita. Nah, suaranya ini cewe yang partama kali sa dengar kon jatuh “LOVE” sama ini radio, kalau orang lain biasanya jatuh cinta pada pandangan pertama, kalau z pada pendengaran pertama gara-gara suaranya itu cewe.. heheheeh.. Kok jadi nggak nyambung ceritanya, heheheeh.. intermeso dulu biar tegangnya hilang.. oke lanjut… (bahasanya kok jadi blepotan?, maklum saya lama tinggal di Luwuk, besar di luar negeri, lahir di rumah sakit.. bisaaa… meureun…)
Saking gelapnya goa itu, mau ambil foto saja patokannya cahaya senter. Kalau hanya ngandelin falling jadinya kayak ghini.

Upz, hampir lupa,hal yang paling-paling dan teramat paling penting. Meski keindahan alam nan eksotis ini begitu memukau namun objek wisata tersebut sama sekali tak dilirik Pemda setempat. :(
Satu hal lagi dan terakhir, kata warga setempat, air terjunnya kadang kering, kalau lagi musim hujan air jatuhnya bisa menjadi lebih dari dua. Jadi, faktor cuaca perlu juga dipertimbangkan sebelum anda kesana.

Demikian Lajangon kali ini dalam, Air terjun hingga petualangan dalam goa, betul-betul mempesona. Laumarang oh Laumarang, keindahan kebunmu sungguh memikat hatiku.


Salam “Lajangon” (Lajangon itu berasal dari bahasa Saluan, salah satu suku yang mendiami bumi Banggai, kalau kata temanku artinya semacam “jalan-jalan” atau bahasa yang lebih kerennya “traveling”, mohon maaf kalau salah, maklum bukan orang asli Luwuk, hanya tinggal dan kerja di Luwuk :)
Foto : diambil berjamaah oleh :Edin Dzeko dan Heru Pantau
reposting : Dok. Majalah Pantau